Dalam proses berperkara di pengadilan Agama banyak kita jumpai istilah-istilah hukum yang asing bagi masyarakat yang awam hukum pencari keadilan, seperti istilah perkara, sengketa, mediasi, gugatan / permohonan, posita, petitum, replik, duplik, mut’ah, iddah, nafkah madhiyah, nafkah anak/hadhanah, replik, duplik, pembuktian, yang familiar bagi mereka seperti rapak, talak, cerai, sidang. Istilah-istilah penting tersebut akan muncul dan menjadi bagian dari substansi pokok perkara di Pengadilan Agama. oleh karena masyarakat tidak semua paham akan istilah yang ada dalam proses persidangan. Istilah hukum tersebut berbeda ketika yang berperkara itu adalah pihak istri yang mengajukan, maupun dari pihak suami yang mengajukan, khususnya pada perkara perceraian. Para pihak pencari keadilan harus mengerti dan memahami istilah-istilah yang digunakan dalam praktik persidangan di Pengadilan Agama yang berkaitan dengan perkara perceraian. Dengan mengerti dan mengetahui makna atau maksud istilah hukum di dalam persidangan, maka akan berdampak pada proses jalannya berperkara di pengadilan Agama, di mulai dari proses awal syarat-syarat, membuat Permohonan atau Gugatan dan pendaftaran, jawab menjawab, pembuktian sampai Putusan dan status putusan berkekuatan hukum tetap (BHT), tidak terjadi kekeliruan, yang membuat masyarakat pencari keadilan dalam membuat gugatan / permohonan hanya asal-asalan sehingga berdampak kepada hasil yang di harapkan.
Ada beberapa istilah-istilah penting yang sering dijumpai oleh para pencari keadilan, khususnya dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama:
Sengketa selama persengketaan rumah tangga belum diajukan ke pengadilan Agama, maka sepanjang itu pula sengketa tersebut tetaplah disebut sebagai “sengketa”, belum bisa dikatan sebagai perkara. Setelah sengketa tersebut diajukan dan dituangkan dalam surat gugatan / permohonan dan para pihak membayar panjar biaya perkara, barulah sengketa dalam rumah tangga di katakan sebagai “perkara”.
Selama sengketa itu tidak diperkarakan ke pengadilan Agama, maka pengadilan tidak bisa berbuat apa-apa, karena pengadilan dilarang mencampuri sengketa yang tidak diajukan kepadanya. Pengadilan tidak boleh mencari perkara untuk diadili. Pemeriksaan perkara di pengadilan, dimulai sesudah diajukan suatu “permohonan” atau “gugatan”. Kemudian berdasar permohonan atau gugatan pihak-pihak yang berperkara dipanggil untuk menghadiri persidangan di pengadilan.
Ada perbedaan penyebutan atau istilah apabila yang mengajukan perkara perceraian dari pihak suami, dengan yang mengajukan perkara perceraian dari pihak isteri. Orang yang mengajukan perkara perceraian di pengadilan disebut sebagai para pihak atau pihak berperkara. Dalam hal perkara perceraian, jika yang mengajukan perceraian adalah pihak suami, maka sang suami selanjutnya disebutnya sebagai pihak “Pemohon”, sedangkan sang istri disebut sebagai “Termohon”. Sebaliknya, bila yang mengajukan perkara perceraian adalah dari pihak Istri, maka sang istri disebut sebagai “Penggugat”, sedangkan suami disebut sebagai pihak “Tergugat”. Kadang kala, orang yang berperkara di lembaga peradilan, secara umum disebut sebagai para pencari keadilan, atau biasa juga disebut sebagai para pihak berperkara, atau lebih singkat lagi, para pihak.
Penyebutan dalam persidangan mengalami perbedaan apabila yang mengajukan dari pihak istri dengan yang mengajukan dari pihak suami, maka jenis perkara perceraian yang diajukan pun mengalami perbedaan penyebutan. Perkara perceraian, jika perceraian diajukan oleh pihak istri di sebut Penggugat maka perkara itu disebutnya sebagai perkara “Cerai Gugat” atau yang disingkat CG. Sedangkan abapila yang mengajukan perkara perceraian itu diajukan oleh pihak Suami di sebut Pemohon, maka perkara demikian disebut juga permohonan “Cerai Talak” atau yang biasa disingkat CT.
Mediasi adalah suatu proses, dimana seorang pihak ketiga netral, yang disebut dengan “mediator” mendengarkan sengketa di antara dua pihak atau lebih dan mencoba untuk membantu para pihak yang berperkara untuk menyelesaikan masalah mereka. Sebagaimana Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, apabila mengajukan perkara cerai di pengadilan, dan suami atau istri hadir pada sidang pertama, maka harus melewati proses mediasi terlebih dahulu sebelum melangkah ke pemeriksaan pokok perkara. Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Hakim Mediator.
Posita disebut juga dengan Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi alasa-alasan atau dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga bisa mengajukan tuntutan yang di inginka. Oleh karena itu Posita atau fundamentum petendi harus menguraikan dengan lengkap tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus.
Petitum adalah tuntutan artinya apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim untuk dikabulkan. Selain tuntutan pokok, penggugat juga menambahkan tuntutan subsider. Supaya gugatan sah, dalam arti tidak mengandung cacat formil, harus mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi yang jelas menyebut satu per satu dalam akhir gugatan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat. Bahwa antara Posita dan Petitum tidak boleh bertentangan, karena posita sebagai dasar dalam petitum.
Replik adalah jawaban dari Penggugat baik secara tertulis maupun lisan terhadap jawaban Tergugat atas gugatan Penggugat. Replik diajukan oleh Penggugat uantuk meneguhkan atau menguatkan gugatannya dengan tujuan memathkan alasan-alasan penolakan yang di kemukakan oleh Tergugat.
Duplik adalah jawaban tergugat terhadap replik yang yang diajukan oleh penggugat, duplik pada pokoknya membantah atau menolak dalil atau alasan yang di kemukakan oleh Penggugat dalam Gugatan maupun dalam Repliknya. Duplik bisa disampaikan secara tertulis maupun secara lisan kepada majelis hakim.
Iddah adalah masa tunggu yang harus dilalui oleh mantan istri untuk menahan diri agar tidak menerima lamaran atau tidak menikah dengan orang lain setelah terjadinya perceraian. Dalam Pasal 151 KHI disebutkan bahwa; bekas isteri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.
Mut’ah adalah “kenang-kenangan” yang diserahkan oleh mantan suami saat menceraikan istrinya. Tidak ada patokan tentang besaran atau jumlah mut’ah yang diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri yang telah diceraikannya. Begitu pula bila seandainya mut’ah yang akan diberikan ternyata dalam bentuk barang. Perlu di garis bawahi bahwa Mut’ah itu dibebankan “bagi yang mampu menurut kemampuannya”, hendaknya pemberian mut’ah itu disesuaikan dengan kemampuan, tanpa harus menciderai rasa patut atau kelayakan. Kemampuan dan kepatutan adalah dua indikator penakar yang tidak bisa dipisahkan.
Nafkah Madhiyah di hitung seberapa lama suami tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami dalam hal memberi nafkah. Apabila ternyata suami tidak menafkahi mantan istrinya selama 5 bulan. Nafkah Madhiyah tersebut dapat dituntut oleh istri di muka persidangan, yang jumlahnya dapat dituangkan terlebih dahulu dalam surat gugatan, atau berupa lisan di muka persidangan.
l. Hadhanah
Hadhanah dapat diartikan sebagai pengasuhan anak. dalam kaitannya dengan hadhanah, maka terdapat dua tuntutan, pertama; pihak berperkara meminta kepada Majelis Hakim untuk menetapkan Penggugat sebagai pemegang hak hadhanah. Kedua; meminta Majelis Hakim agar Tergugat memenuhi nafkah terkait pengasuhan anak.
Apabila masyarakat yang awam hukum mengurus sendiri proses perceraiannya maka akan kebingungan dari proses awal, yaitu dari syarat-syarat apa saja yang harus di siapkan, bagaimana membuat surat gugatan atau permohonan dan apa saja yang harus tercantum salam surat permohonan atau gugatan. Apabila salah atau keliru dalam membuat surat permohonan atau gugatan maka akan berdampak pada proses dan hasil yang akan di peroleh dan paling buruk permohonan atau gugatan tersebut bisa tolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut. Oleh karena itu Pengacara atau Advokat sangat penting peranannya untuk membantu mengurus, mendampingi dan mewakili semua proses perkara mulai dari membuat permohonan atau gugatan sampai putusan pengadilan.
Apabila anda menggunakan jasa pengacara atau advokat, maka tidak usah bingung karena yang akan mengurus di Pengadilan adalah pengacara yang sudah anda tunjuk, oleh karena itu Kantor Pengacara HFD & Partners siap membantu mengurus dan menyelesaikan masalah hukum anda secara professional, dengan penanganan yang efektif dan efisien. Percayakan pada kami masalah hukum yang anda hadapi, karena “KEPUASAAN ANDA ADALAH TUJUAN KAMI”.
Apabila anda membutuhkan informasi lebih lanjut dan lengkap berkaitan dengan bantuan hukum Pengacara HFD & Partners dimana saja anda berada, kami siap membantu menyelesaikan atau menjadi kuasa hukum bagi anda yang sedang berproses di pengadilan maupun di luar Pengadilan. Apabila anda membutuhkan konsultasi hukum secara online maupun tatap muka secara langsung, berkaitan dengan masalah hukum yang anda hadapi bisa langsung hubungi nomer telpon : 0858-1311-1200 dan Whatshap : 085813111200 atau datang langsung ke Kantor kami di. Perumahan Graha Prima Sejahtera Blok G no.11, RT.08, Kelurahan. Tamantirto, Kecamatan. Kasihan, Kabupaten. Bantul, D.I.Yogyakarta.